HAKI dalam Industri Kreatif di Indonesia
Implementasi Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) pada Industri Batik di Pekalongan
Nama :
Helena Christy
NPM :
23212372
Kelas :
2EB02
Abstrak
HKI adalah hak yang
timbul sebagai akibat dari manusia karya tindakan kreatif menghasilkan inovatif
yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Sebagai hak eksklusif,
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada mulanya merupakan bentuk
perlindungan yang diberikan oleh Negara bagian ide atau hasil karya warga negaranya,
dan karena itu hak atas Kekayaan Intelektual adalah kenegaraan fundamental
teritorial. Pengakuan Hak Kekayaan Intelektual perlindungan di sebuah Negara
tidak berarti perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Negara lain. Pelaksanaan
ketentuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual telah dilaksanakan tetapi belum
maksimal hal ini disebabkan karena persepsi masyarakat yang beragam di satu
sisi banyak yang menganggap HKI belum diperlukan karena akan membatasi
seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, tetapi ada juga orang yang
sudah mulai menyadari pentingnya HKI sehingga berusaha melindungi HKI dalam hal
ini adalah Hak Cipta dan Merek Dagang Hak. Namun dalam pelaksanaan HKI ada juga
kendala yang menyertai system pemasaran yang belum baik, sering mengubah-ubah
bahwa motif serta modal terbatas dan sumber daya manusia. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di
Indonesia, pengaturan hukum terdapat hak kekayaan intelektual di Indonesia
dapat ditemukan dalam :
1. Undang
– undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Undang
– undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Undang
– undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Undang
– undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
5. Undang
– undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
6. Undang
– undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
7. Undang
– undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Maraknya
pertumbuhan industri kreatif di Indonesia ternyata tidak
hanya memberikan peluang kerja yang semakin besar bagi
masyarakat lokal, namun juga diikuti oleh kasus pembajakan
buah karya para pekerja kreatif yang
semakin hari pergerakannya semakin pesat.Berbagai
macam produk kreatif dari mulai piranti lunak
(software), desain, produk fashion, aneka
kerajinan, buku, permainan interaktif, film,
video, musik, maupun produk kreatif
lainnya,menghadapi ancaman yang sama yaitu kasus
pembajakan produk ataupun kasus pencurian
ide kreatif oleh oknum-oknum yang kurang bertanggungjawab.
Kondisi ini memang
cukup memprihatinkan, dimana hasil karya intelektual
para pekerja kreatif yang tak ternilai harganya,
bisa dibajak dengan begitu mudahnya oleh pihak lain
yang ingin mendapatkan untung besar dari
tindakan curang tersebut.Adanya kemajuan
teknologi, menjadi salah satu faktor pendukung maraknya
tindakan pembajakan. Dengan bantuan teknologi
yang semakin modern, para pembajak bisa
menduplikasi sebuah merek atau produk dengan
sangat mudah. Sehingga tidak heran bila sekarang ini tidak hanya merek
besar dari luar negeri saja yang menghadapi
kasus pembajakan, namun juga para pekerja
kreatif lokal yang sedang merintis kerajaan
bisnisnya.Meskipun begitu, bukan berarti kasus
pembajakan bisa dibiarkan merejalela di
Indonesia. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan para pelaku industri kreatif untuk
melindungi karya ciptanya. Yang pertama yaitu
melengkapi produk kreatif dengan Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI), hal ini penting karena produk kreatif perlu dilindungi
dan didokumentasikan untuk meningkatkan nilai tambah produk tersebut. Dalam hal
ini, HAKI bisa meliputi hak paten, merek, desain industri,
perlindungan integrated circuit, rahasia dagang, indikasi
geografis asal barang, dan varietas tanaman.
Pendahuluan
Masyarakat Pekalongan
tidak dapat dilepaskan dari batik, karena batik merupakan urat nadi
perekonomian masyarakat pekalongan, batik dan masyarakat pekalongan dapatlah
diibaratkan “dua sisi mata uang”. Batik yang diusahakan oleh masyarakat
Pekalongan sebagai sebuah industri dapat diusahakan dalam skala kecil berupa
industry rumahan atau industry rumah tangga sebagai mata pencaharian maupun
dalam skala besar sebagai sebuah perusahaan yang dikelola secara modern dengan
manajemen yang baik. Sebagai tumpuan kegiatan ekonomi masyarakat, industri
batik pernah mengalami masa kejayaan pada dekade 1960 - 1970-an. Sampai
sekarang industri batik masih menjadi tumpuan kegiatan ekonomi sebagian besar
masyarakat Pekalongan. Hasil produksi batik Pekalongan tidak hanya dipasarkan
di pasar lokal saja, namun telah menembus pasar internasional.
Landasan
Teori
Bagi Indonesia, sikap
dan budaya masyarakatnya kadang justru menjadi kendala dan penghalang serta
sulit untuk mendukung penerapan dan penegakan hukum dibidang ini. Keadaan
semacam ini harus dikoreksi dan terus diarahkan sehingga budaya menghargai HAKI
dapat ditegakkan secara realistik. Karena jika keadaan rendahnya penghargaan
terhadap HAKI ini terus berlangsung, selain akan berdampak hilangnya iklim
kreatifitas, dan terlanggarnya hak-hak individu yang sangat fundamental, juga
akan berakibat terkucilnya Negara dari dunia internasional.
Bagi industri berbasis
kerakyatan seperti industri batik yang penuh dengan kreatifitas
ketentuan-ketentuan HAKI dalam TRIPs ini sangat memberikan kepastian hukum.
Akan tetapi bagi kebanyakan masyarakat Pekalongan, Ciptaan atau kreatifitas
mereka berfungsi sosial, dan meraka akan merasa bangga jika hasil karya mereka
banyak yang meniru. Bahkan dalam era perdagangan bebas sekarang inipun
penjualan hasil karya mereka dilakukan tanpa label, dan pihak pembeli dengan
leluasa malakukan llabeling atas nama mereka. Dengan demikian kreatifitas
mereka menjadi milik orang lain dengan mudah. Oleh karena itu penegakkan hukum
dibidang Hak Cipta pada industri batik di Pekalongan mutlak diperlukan,
mengingat seni batik merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi oleh Hak
Cipta.
Pembahasan
A. Implementasi
Hak atas Kekayaan Intelektual Khususnya Hak Cipta pada Industri Batik di
Pekalongan
Bagi industri batik di
Pekalongan keharusan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang Hak atas
Kekayaan Intelektual harus dihadapi secara khusus, karena pada umumnya pelaku
usaha dibidang batik sebelumnya tidak pernah berfikir untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap kreasi-kreasi mereka berupa desain batik. Untuk itu
hal yang pertama dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan
UMKM Kota Pekalongan adalah melaksanakan sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual
khusunya Hak Cipta dan Merek, yang sangat berkaitan sekali dengan dunia
industri batik dan dikaitkan dengan diberlakukannya konsep perdagangan bebas.
B. Kendala-kendala
dalam Implementasi HKI pada Industri Batik
1.
Pemasaran
Pelaksanaan
ketentuan-ketentuan mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) di atas,
ternyata yang menjadi kendala utama adalah aspek pemasaran. Meskipun tidak tertulis
antara produsen dan konsumen telah terjadi semacam perjanjian agar produk batik
yang masih berupa kain tidak boleh diberi label / nama pada kainnya sehingga
pembeli bisa bebas menjual kembali. Sebagai contoh, rumah batik terkenal macam
Danar Hadi sering “kulakan” ke produsen-produsen batik di Pekalongan, kadang
juga memesan khusus untuk Danar Hadi.
Konsep pemasaran
seperti itu telah berlangsung secara turun temurun. Bagi mereka agar usaha
dapat terus berlangsung konsumen merupakan hal yang sangat penting, sehingga
para produsen batik ini selalu mencari bagaimana agar konsumen tetap setia
untuk membeli produk mereka ditengah persaingan industri khususnya batik yang
semakin ketat, meskipun mereka harus menagabaikan perlindungan hukum pada
produk mereka.
2.
Trend Motif
Batik Pekalongan
merupakan batik yang dinamis, terlihat dari warna yang menyala dan ragam motif
yang selalu mengikuti perkembangan permintaan pasar. Perkembangan permintaan
pasar akan motif-motif baru berlangsung sangat cepat. Hanya dalam waktu tidak
lebih dari tiga bulan, trend motif sudah berubah. Apabila produsen tidak segera
menyikapi kondisi pasar yang demikian, maka produknya tidak akan laku karena
sudah ketinggalan mode. Dampak positif dari kondisi pasar seperti ini adalah
ide kreatif para pengrajin terpacu untuk menghasilkan karya-karya baru.
Tempo perubahan
permintaan pasar akan motif-motif baru yang sangat cepat dan tempo pengurusan
pendaftaran Hak cipta maupun Merek yang relatif lama dalam praktek, membuat
para produsen batik enggan untuk mendaftarkan karya desain batik mereka. Dalam
perhitungan isnis juga dikatakan tidak “cucuk” karena apabila proses
pendaftaran selesai permintaan pasar sudah berubah. Jadi boleh dikatakan
percuma didaftarkan, dilindungi, karena tidak ada yang akan meniru motif yang
didaftarkan tersebut sebab pasar tidak menghendaki lagi.
3.
Modal dan Sumber Daya Manusia
Pelaku industri batik
banyak diantaranya dikerjakan oleh pengrajin batik. Para pengrajin ini
mempunyai keahlian dalam membatik, namun tidak mempunyai modal untuk berusaha.
Peran mereka dalam industri perbatikan adalah menjadi buruh batik pada
perusahaan-perusahaan batik besar yang ada. Ditangan para buruh batik yang juga
merupakan para pengrajin batik inilah berbagai ragam hias desain batik
dihasilkan. Pengusaha batik dengan modal besar biasanya hanya menyerahkan
motif/desain batik kepada pengrajin yang menjadi buruh mereka, kecuali motif
yang sudah dipesan.
Pengrajin batik yang
bekerja sebagai buruh batik diupah berdasarkan hasil yang dia peroleh
perharinya, dengan nilai relatif kecil. Kehidupan pengrajin yang serba
pas-pasan untuk hidup tidak memungkinkan mereka berfikir untuk mendapatkan
perlindungan hukum atas hasil kreasi mereka berupa desain batik.
C. Persepsi
Pelaku Industri Perbatikan Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)
Persepsi masyarakat
Pekalongan terhadap Hak Kekayaan Intelektual dapat dianalisis dari dua sudut
pandang yaitu persepsi tradisional dan persepsi modern, dimana kalau dilihat
ada pergeseran susut pandang mengenai HKI dalam masyarakat.
1.
Persepsi Tradisional Industri terhadap Merk
Kurangnya pemahaman
kalangan industri terhadap HKI inklusif Hak Cipta dan Hak Merek tidak terlepas
dari perkembangan HKI itu sendiri, masalah perlindungan terhadap HKI juga masih
jauh dari harapan sehingga menimbulkan berbagai permasalahan. Kalangan industri
belum begitu yakin akan perlindungan hukum terhadap merek yang dimilikinya
tidak akan dimanfaatkan (dipalsu) oleh pihak lain untuk kepentingan mendapatkan
keuntungan.
Dengan banyaknya
permasalahan yang berkaitan dengan HKI membuka mata banyak kalangan, bahwa
persepsi mereka selama ini terhadap sebuah merek ternyata keliru karena melalui
sebuah merek, maka mereka dapat menjalin ikatan emosional dengan konsumen
sehingga menimbulkan kesan fanatisme dan sugestif terhadap produk yang
bermerek.
2.
Persepsi Modern Kalangan Industri terhadap HKI
Persepsi modern
kalangan industri terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) inklusif Hak
Cipta dan Hak Merek tidak terlepas dari semakin gencarnya kampanye mengenai
pengembangan dan perlindungan HKI, sehingga membangkitkan kesadaran para pelaku
industri betapa pentingnya HKI dalam menunjang kelangsungan usahanya.
Perlunya HKI juga
disadari oleh kalangan industri akan identitas bagi produknya sehingga dapat
dikenal oleh konsumen dan dapat menimbulkan ikatan emosional dari konsumen yang
pada akhirnya menumbuhkan kesan sugestif terhadap produk tersebut. Dengan
semakin majunya perdagangan menjadikan pelaku usaha Pekalongan menjadari akan
pentingnya HKI inklusif Hak Cipta dan Hak Merek, sehingga mendorong mereka untuk
mendapatkan HKI guna mengamankan produk mereka dan memenangkan kompetisi
persaingan.
Kesimpulan
1. Implementasi
Hak Kekayaan Intelektual pada Industri batik di Pekalongan belum sepenuhnya
dapat diterapkan, hal itu dikarenakan basis dari usaha batik di Pekalongan
sebagian besar adalah kalangan industri rumah tangga, disamping itu pemahaman
mereka akan hak kekayaan intelektual masih sangat kurang.
2. Dalam
implementasi HKI khususnya pada industry batik banyak menemui kendala, kendala
yang banyak muncul seperti sistem pamasaran, trend mode, modal dan sumber daya
manusia.
3. Persepsi
kalangan usaha batik pekalongan akan pentingnya HKI selama ini masih belum
menyeluruh bagi sebagian pihak ternasuk golongan “wong kaji”, mereka percaya
bahwa rejeki sudah ada yang mengatur, tetapi banyak kalangan pengusaha batik
yang sudah menyadari akan pentingnya HKI, karena bagi mereka HKI membawa
manfaat dan mendatangkan keuntungan yang berlipat-lipat.
Semoga
informasi singkat mengenai berita bisnis
melindungi industri kreatif indonesia dari pembaj
akan ini bisa member i kan tambahan wawasan
bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh
masyarakat Indonesia untuk lebih kreatif dalam
melindungi karya ciptanya.Walaupun sekarang ini
pelaku industri kreatif di negara kita
belum mampu menghentikan kasus pembajakan, namun
mereka bisa menggunakan kreativitasnya untuk mengalahkan
pembajakan yang ada di sekitar mereka. Maju terus
industri kreatif Indonesia dan salam sukses.
Referensi :
Komentar
Posting Komentar